Gubrak!!!! Sial..aku menjatuhkan buku lagi. “ Maaf mas, gak sengaja?” Aku segera menunduk mengambil bukuku yang jatuh berserakan. “Gak papa mbak, lagi ngelamun ya?” Aduh, malu aku dibilang begitu. Karena ini memang bukan yang pertama kalinya. Menabrak orang karena aku terburu-buru atau karena melamun. Dia membantu mengambil bukuku. Segera aku mendongak dan mengucapkan terima kasih. Ya ampun, cowok ini cakep banget. “Makasih ya mas!!” suaraku hampir tertahan di tenggorokan. Dia hanya tersenyum lalu pergi menggandeng seorang perempuan. Cantik, dibandingkan denganku. Aku jadi tertunduk lemas lagi sambil menggelenggkan kepala. Aduh...apa-apaan sih aku ini!
Aku segera membayar bukuku. Ehm..novel, buku resep titipan mama, komik, nah sudah lengkap semua!! Aku mengambil dompetku di tas. Tapi..mana dompetku? Gak mungkin ketinggalan, karena tadi aku bayar ongkos bis dengan uang di dompet. Aku segera bilang sama kasirnya “Mbak, tunggu ya. Dompetku kayaknya jatuh, aku cari bentar.” Penjaga kasir itu hanya tersenyum kecut, mungkin berpikir kalau aku akan menipu dia.
Buku aku tinggalkan di meja kasir, lalu aku segera mencari dompet di tempat tadi aku membaca buku. Ergh..aku harus menahan malu untuk kedua kalinya. Di lantai, di rak buku...Aduh aku jatuhin di mana ya? Apa aku tanya aja sama mas penjaganya, biar dibantuin nyari. Aku mencoba mengingat lagi tempat aku tadi baca buku. Dan ternyata dompetku tergeletak tepat di atas buku-buku sastra. Ya ampun, dasar pikun…..!!! Aku benci pada diriku sendiri kalau sifat pelupaku mulai keluar. Mama yang selalu rajin mengingatkan, bahkan membelikan aku sebuah agenda cantik untuk mencatat semua kebutuhan agar tidak lupa.
Aku berjalan setengah berlari, karena untuk mencari dompetku ini butuh waktu hampir sepuluh menit. Dari jauh aku lihat penjaga kasirnya melihatku dengan wajah masam. “Maaf mbak…. dompet saya tadi ketinggalan….. waktu baca buku” setengah ngos-ngosan aku, waktu ngomong di kasir. “ Gak papa mbak, lain kali dompetnya jangan ditinggal sembarangan ya!!” ceramahnya dengan senyum yang dipaksa. Aku cuma bisa cengar-cengir karena ini salahku. Rasanya aku ingin cepat-cepat keluar dari sana.
Setelah dapat bis untuk pulang, aku duduk dan bilang pada kondektur kemana tujuanku. Huff...sudah agak sore tapi udara masih panas banget. Walaupun tidak banyak orang di dalam bis, tapi udaranya membuat badanku lengket. Aduh..pingin cepet-cepet mandi. Satu dua orang naik, ditambah pengamen, tapi..ekh..siapa itu? Aku seperti penah melihat wajahnya. Di mana ya....oiya..di toko buku tadi. Cowok itu yang tadi aku tabrak di toko buku. Tapi dia sendirian, aku mencari cewek cantik yang tadi jalan sama dia tapi tidak ada.
Aduh gilaa..dia jalan ke arahku. Aku deg-deg-an gak karuan. “Haloo, kursinya kosong khan. Aku boleh duduk sini?” Dengan gelagapan aku segara menjawab ” Boleh, kursinya kosong kok!!”.. Pasti wajahku kelihatan bodoh banget, pasti mukaku merah dan...akh...
“Sepertinya aku pernah lihat kamu ya..” tiba-tiba cowok itu bersuara “ Ehm..di mana ya?” Aku pura-pura lupa. “Ooo yaa, di toko buku tadi. Aku khan nabrak mas, tadi waktu mas jalan sama cewek mas. Hehe”
Duh..bodoh..bodoh..ngapain ngebahas soal ceweknya..”Ooya..kamu yang teledor tadi ya. Aku ingat. Namaku Evan, gak enak ngobrol tapi gak tau nama..” Dia mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Waaa...senyumnya indah banget. “ Aku Arel..” sambil meringis aku mengulurkan tangan dan menyebutkan nama. Sialan, aku dibilang cewek teledor. “Daan..cewek tadi bukan cewekku, dia adik sepupuku...” katanya menjelaskan. Segaris senyum tersungging di bibirku, entah dia lihat atau tidak, tapi syukurlah cewek yang cantik banget tadi bukan ceweknya.
Dan akhirnya kita ngobrol banyak. Aku jadi tau, dia ternyata sudah bekerja di salah satu restoran di Jakarta sebagai manager, tapi lagi cuti karena ada acara di Jogja. Bahkan kita sempet tukeran nomor handphone juga. Waah senengnya...Tapi, bis ini jalannya kecepetan deh, aku khan masih pingin deket-deket sama Evan. Duh wangi banget badannya.
“Arel, kamu turun di mana?” Pertanyaan Evan membuyarkan lamunanku tentang dia. “ Oo aku turun di halte depan, mau ke rumah temen dulu. Mas turun di mana?” tanyaku balik. “Aku juga di halte depan. Wah, bareng donk kita turunnya. Aku janjian sama temenku juga.” Ugh..tambah berbunga-bunga neh aku. Ternyata tujuan kita sama.
Setelah kondektur nurunin kita di tempat yang sama, kita segera pisahan. Karena takut dikirain kegatelan, aku segera pergi dari halte, setelah kita janjian untuk kirim sms sesampainya Evan di Jakarta. Tapi, karena aku penasaran aku sembunyi di samping warung rokok deket situ. Ternyata teman yang ditunggu Evan adalah laki-laki. Dengan postur tubuh yang sama, tinggi besar dan cakep juga. Mereka berjabatan dan berpelukan. Tapi......argh. Yang mereka lakukan lebih dari itu. Tidak hanya cium pipi, tapi juga......waaaah.......
Dengan langkah gontai aku berjalan ke rumah temenku. Entah, sms indah yang sudah aku susun di kepala akan aku kirimkan atau tidak. Aku ingin segera menangis “Aaaaaaaaaakkkhhhhhhhh aku patah hatiiii!!!!”
(coide)
Aku segera membayar bukuku. Ehm..novel, buku resep titipan mama, komik, nah sudah lengkap semua!! Aku mengambil dompetku di tas. Tapi..mana dompetku? Gak mungkin ketinggalan, karena tadi aku bayar ongkos bis dengan uang di dompet. Aku segera bilang sama kasirnya “Mbak, tunggu ya. Dompetku kayaknya jatuh, aku cari bentar.” Penjaga kasir itu hanya tersenyum kecut, mungkin berpikir kalau aku akan menipu dia.
Buku aku tinggalkan di meja kasir, lalu aku segera mencari dompet di tempat tadi aku membaca buku. Ergh..aku harus menahan malu untuk kedua kalinya. Di lantai, di rak buku...Aduh aku jatuhin di mana ya? Apa aku tanya aja sama mas penjaganya, biar dibantuin nyari. Aku mencoba mengingat lagi tempat aku tadi baca buku. Dan ternyata dompetku tergeletak tepat di atas buku-buku sastra. Ya ampun, dasar pikun…..!!! Aku benci pada diriku sendiri kalau sifat pelupaku mulai keluar. Mama yang selalu rajin mengingatkan, bahkan membelikan aku sebuah agenda cantik untuk mencatat semua kebutuhan agar tidak lupa.
Aku berjalan setengah berlari, karena untuk mencari dompetku ini butuh waktu hampir sepuluh menit. Dari jauh aku lihat penjaga kasirnya melihatku dengan wajah masam. “Maaf mbak…. dompet saya tadi ketinggalan….. waktu baca buku” setengah ngos-ngosan aku, waktu ngomong di kasir. “ Gak papa mbak, lain kali dompetnya jangan ditinggal sembarangan ya!!” ceramahnya dengan senyum yang dipaksa. Aku cuma bisa cengar-cengir karena ini salahku. Rasanya aku ingin cepat-cepat keluar dari sana.
Setelah dapat bis untuk pulang, aku duduk dan bilang pada kondektur kemana tujuanku. Huff...sudah agak sore tapi udara masih panas banget. Walaupun tidak banyak orang di dalam bis, tapi udaranya membuat badanku lengket. Aduh..pingin cepet-cepet mandi. Satu dua orang naik, ditambah pengamen, tapi..ekh..siapa itu? Aku seperti penah melihat wajahnya. Di mana ya....oiya..di toko buku tadi. Cowok itu yang tadi aku tabrak di toko buku. Tapi dia sendirian, aku mencari cewek cantik yang tadi jalan sama dia tapi tidak ada.
Aduh gilaa..dia jalan ke arahku. Aku deg-deg-an gak karuan. “Haloo, kursinya kosong khan. Aku boleh duduk sini?” Dengan gelagapan aku segara menjawab ” Boleh, kursinya kosong kok!!”.. Pasti wajahku kelihatan bodoh banget, pasti mukaku merah dan...akh...
“Sepertinya aku pernah lihat kamu ya..” tiba-tiba cowok itu bersuara “ Ehm..di mana ya?” Aku pura-pura lupa. “Ooo yaa, di toko buku tadi. Aku khan nabrak mas, tadi waktu mas jalan sama cewek mas. Hehe”
Duh..bodoh..bodoh..ngapain ngebahas soal ceweknya..”Ooya..kamu yang teledor tadi ya. Aku ingat. Namaku Evan, gak enak ngobrol tapi gak tau nama..” Dia mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Waaa...senyumnya indah banget. “ Aku Arel..” sambil meringis aku mengulurkan tangan dan menyebutkan nama. Sialan, aku dibilang cewek teledor. “Daan..cewek tadi bukan cewekku, dia adik sepupuku...” katanya menjelaskan. Segaris senyum tersungging di bibirku, entah dia lihat atau tidak, tapi syukurlah cewek yang cantik banget tadi bukan ceweknya.
Dan akhirnya kita ngobrol banyak. Aku jadi tau, dia ternyata sudah bekerja di salah satu restoran di Jakarta sebagai manager, tapi lagi cuti karena ada acara di Jogja. Bahkan kita sempet tukeran nomor handphone juga. Waah senengnya...Tapi, bis ini jalannya kecepetan deh, aku khan masih pingin deket-deket sama Evan. Duh wangi banget badannya.
“Arel, kamu turun di mana?” Pertanyaan Evan membuyarkan lamunanku tentang dia. “ Oo aku turun di halte depan, mau ke rumah temen dulu. Mas turun di mana?” tanyaku balik. “Aku juga di halte depan. Wah, bareng donk kita turunnya. Aku janjian sama temenku juga.” Ugh..tambah berbunga-bunga neh aku. Ternyata tujuan kita sama.
Setelah kondektur nurunin kita di tempat yang sama, kita segera pisahan. Karena takut dikirain kegatelan, aku segera pergi dari halte, setelah kita janjian untuk kirim sms sesampainya Evan di Jakarta. Tapi, karena aku penasaran aku sembunyi di samping warung rokok deket situ. Ternyata teman yang ditunggu Evan adalah laki-laki. Dengan postur tubuh yang sama, tinggi besar dan cakep juga. Mereka berjabatan dan berpelukan. Tapi......argh. Yang mereka lakukan lebih dari itu. Tidak hanya cium pipi, tapi juga......waaaah.......
Dengan langkah gontai aku berjalan ke rumah temenku. Entah, sms indah yang sudah aku susun di kepala akan aku kirimkan atau tidak. Aku ingin segera menangis “Aaaaaaaaaakkkhhhhhhhh aku patah hatiiii!!!!”
(coide)
No comments:
Post a Comment