Tuesday, November 6, 2012

My father, my hero


Kalau ada pejuang sejati, dia adalah bapak saya sendiri. 

Pejuang dalam segala hal. 
Pejuang yang tidak pernah mengeluh. 

Pejuang yang mau melayani sesama. 


Beliau tidak membedakan mana pekerjaan wanita, mana pekerjaan laki-laki
Memasak, mencuci baju, membersihkan lantai, tidak sungkan dilakukan. 
Membuat meja, membuat lemari, memperbaiki lantai dapur, bahkan membuat media tanam, beliau sangat ahli. 

Bapak tidak pernah mengeluh. Ya, bolehlah cerita ini itu, kesulitan yang dialami. Tapi wajarlah sebagai manusia dan seorang bapak menceritakan kesulitan hidupnya. Tapi jarang beliau mengeluhkan sakit, tidak bisa melakukan sesuatu, atau kesal karena sesuatu. Beliau pasti bisa mencari cara mengalihkan perhatiannya. Dan tidak pernah terucapkan. 

Soal melayani sesama, jangan ditanya. Beliau adalah penasihat kelompok pemuda di lingkungan rumah, menjadi ketua panitia di hampir seluruh pesta pernikahan yang melibatkan dirinya, dan juga menjadi prodiakon/pelayan gereja di lingkungan tempat kami tinggal. Beliau sering memberikan jasanya menjadi MC pernikahan dan meminjamkan peralatan sound systemnya tanpa memungut bayaran.

Bagaimana saya tidak bangga. Selama saya mengenyam pendidikan dasar, tidak pernah sekalipun beliau mengeluh untuk mengantar atau menjemput saya. Dimanapun, jam berapapun, dengan siap beliau akan menjemput. Saat saya ingin belajar naik motor agar tidak merepotkan, beliau selalu bilang kalau dia akan siap menjemput kemanapun dan kapanpun, jadi saya tidak perlu belajar naik motor. Saat sudah lulus kuliah dan ingin belajar menyetir mobil, beliau juga tidak ijinkan dengan alasan yang sama. Kemanapun kamu pergi  akan siap antar dan jemput. 

Begitulah dia dengan segala sikap dan kebiasaannya. Tentunya sebagai manusia beliau juga tidak lepas dari kekurangan. Sifat kerasnya tidak terbantahkan. Terbiasa berkegiatan di luar sejak masih muda, maka bisa setiap hari beliau ke luar rumah dan baru kembali tengah malam. Saya percaya bahwa yang dia lakukan itu positif, namun terkadang kekhawatiran keluarga terhadap kesehatannya menjadi penyebab omelan ibu kepada bapak.

Saat pergi meninggalkan untuk menginap di luar karena suatu keperluan lebih dari satu hari, maka kehebohan lain dimulai. Ibu yang tidak biasa ditinggal di rumah sendiri akan mulai mencari-cari alasan supaya anaknya tidak keluar rumah. Ibu selalu merasa tidak aman tanpa adanya bapak  di rumah. Maka, kehadiran bapak juga merupakan jaminan keamanan bagi ibu dan keluarga. Tanpa beliau, ibu akan selalu khawatir dan terganggu kenyamanannya. Tidak hanya ibu, tapi seisi rumah. 

Berbincang dengan bapak  itu seperti membaca buku-buku di rak bagian psikologi, self healing, atau motivasi diri. Beliau selalu memberikan nasihat, masukan, dan pengalamannya dengan bijak dan cukup membumi. Membumi artinya tidak membuat kita berpikir terlalu tinggi, tapi realistis. Beliau seorang pendengar yang baik, seorang penceramah yang bijak, dan pengajar yang sabar. Bercerita dengan beliau seperti menguliti lembar demi lembar pribadi kita, kita bisa cerita apa saja. Sekolah, teman, pasangan, bahkan berbagi tentang isu-isu yang sedang hits di media. 

Ketekunannya membaca buku dalam mempelajari sesuatu tidak bisa kutandingi. Buku-buku bahasa Jawa, adat pernikahan Jawa, buku-buku rohani, selalu setia dia baca untuk menambah pengetahuan saat akan melayani. Menurutku itu mengalahkan kesukaanku membaca novel dari pengarang terkenal, buku-buku periklanan, atau buku pengetahuan lain yang kuanggap keren. 

Di usianya yang sudah 57 tahun, satu demi satu batang rokok masih setia dihisapnya. Rasa-rasanya, tidak akan ada yang bisa menghentikannya kecuali niatnya sendiri dan sesak nafas ringan yang sering dialami. Tapi kembali sehat adalah jaminan dari dia, saat kebiasaan rokok dia hentikan untuk satu-dua hari. Usia separuh abad, tidak membuatnya terlihat tua. Malah lebih muda dari teman atau saudara yang usianya sebaya atau di lebih muda. Ini murni pendapat pribadi.

Hidup jauh dari bapak adalah sebuah ujian sebenarnya. Terbiasa bicara tentang apa saja tanpa dihakimi, membuat saya demanding akan kehadirannya. Pesan singkat beliau setiap hari membuat kontak fisik yang tidak mungkin, seketika jadi nyata. Sedang apa dik, sudah makan dik, hari ini kemana dik. Pertanyaan standar, but it's more than enough

He completes me. He completes us. Segala yang ada padanya adalah hal yang luar biasa. Doa yang tidak pernah berhenti saya panjatkan adalah berharap bahwa dia akan selalu sehat dan bahagia, dengan caranya. Tuhan pasti akan selalu menghadirkan segala yang baik padanya. 

Karena dia adalah pejuang sejatiku dalam kehidupan. 

Amin

I love you bapak ;)




No comments: